Sri Mulyani Jelaskan Penetapan Cukai Rokok yang Libatkan Berbagai Pihak
Jakarta -Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menghargai kajian soal harga rokok yang ideal untuk mengurangi jumlah perokok di dalam negeri. Namun, untuk diimplementasikan ke dalam sebuah kebijakan, banyak tahapan yang harus dilewati.
Tahapan pertama adalah konsultasi dengan pihak yang berkepentingan. Mulai dari kementerian lembaga terkait, kemudian pengusaha, lembaga sosial masyarakat dan pihak lainnya.
"Kita melakukan konsultasi dengan berbagai pihak termasuk melihat kajian, peraturan perundang-undangan, bicara dengan pelaku konsumen, Kemenkes, Kemenperin, Kemenaker, masing-masing kementerian nanti akan memberikan pandangan," ungkap Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Pandangan yang muncul dari berbagai pihak, menurut Si Mulyani tentunya akan berbeda. Misalnya dari Kemenkes akan menyoroti persoalan jumlah perokok, generasi muda dan lainnya.
"Dari sisi kesehatan concern mengenai jumlah perokok, generasi muda, dari sisi industri, ketenagakerjaan, pendapatan negara, semuanya nanti harus dibuat secara komprehensif," ujarnya.
Kemudian adalah evaluasi dari kebijakan kenaikan cukai yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah juga akan melihat kondisi ekonomi terkini dan proyeksi ke depan sebelumnya membuat kebijakan..
"Langkah-langkah apa yang akan dituangkan dalam keputusan mengenai dua hal: harga jual maupun cukainya," tegas Sri Mulyani.
Pemerintah juga tidak boleh keluar dari Undang-undang (UU) cukai. Misalnya untuk batas maksimal kenaikan cukai rokok tidak boleh lebih dari 57%.
"Makanya kalau kita mau naikkan sesuai dengan nominal yang dibayangkan, seperti berapapun yang disebutkan, itu berarti harga jualnya harus naik tinggi supaya cukainya tidak lebih dari 57%," paparnya.
Setiap tahun, cukai untuk rokok memang dibahas oleh pemerintah. Seperti rencana kenaikan untuk 2017, akan dibahas bersamaan dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
" Itu yang mungkin akan dilakukan dalam dua bulan ke depan," kata Sri Mulyani.
(mkl/hns)
Tahapan pertama adalah konsultasi dengan pihak yang berkepentingan. Mulai dari kementerian lembaga terkait, kemudian pengusaha, lembaga sosial masyarakat dan pihak lainnya.
"Kita melakukan konsultasi dengan berbagai pihak termasuk melihat kajian, peraturan perundang-undangan, bicara dengan pelaku konsumen, Kemenkes, Kemenperin, Kemenaker, masing-masing kementerian nanti akan memberikan pandangan," ungkap Sri Mulyani di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Pandangan yang muncul dari berbagai pihak, menurut Si Mulyani tentunya akan berbeda. Misalnya dari Kemenkes akan menyoroti persoalan jumlah perokok, generasi muda dan lainnya.
"Dari sisi kesehatan concern mengenai jumlah perokok, generasi muda, dari sisi industri, ketenagakerjaan, pendapatan negara, semuanya nanti harus dibuat secara komprehensif," ujarnya.
Kemudian adalah evaluasi dari kebijakan kenaikan cukai yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah juga akan melihat kondisi ekonomi terkini dan proyeksi ke depan sebelumnya membuat kebijakan..
"Langkah-langkah apa yang akan dituangkan dalam keputusan mengenai dua hal: harga jual maupun cukainya," tegas Sri Mulyani.
Pemerintah juga tidak boleh keluar dari Undang-undang (UU) cukai. Misalnya untuk batas maksimal kenaikan cukai rokok tidak boleh lebih dari 57%.
"Makanya kalau kita mau naikkan sesuai dengan nominal yang dibayangkan, seperti berapapun yang disebutkan, itu berarti harga jualnya harus naik tinggi supaya cukainya tidak lebih dari 57%," paparnya.
Setiap tahun, cukai untuk rokok memang dibahas oleh pemerintah. Seperti rencana kenaikan untuk 2017, akan dibahas bersamaan dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
" Itu yang mungkin akan dilakukan dalam dua bulan ke depan," kata Sri Mulyani.
0 komentar:
Posting Komentar